Tepat satu minggu lalu negeriku dirundung pilu. Nyanyian syahdu leyap diguncang tanah yang tak berimbang, keriang hilang ditelan gelombang laut nada tinggi. Ada yang lebih mengejutkan, lantunan irama hanyut terbawa tanah yang mengalir.
Bunga, daun, akar, batang, rindu, porak porak poranda diterjang amukan alam yang tak berimbang. Senja tak lagi indah seperti biasanya ditelan gelap. Suara nyaring serangga pada malm biasanya tak lebih kencang dari tangisanku.
Aku menangis, anak ku, adik ku, bapak ku, mamak ku, tetanggaku, guruku, sesepuhku, temanku semua orang hilang tertelan tanah, hancur dihantam air yang sudah tak lagi asin. Aku sudah kehilangan harta benda dan segala, semua benda yang ada dalam hidupku sudah lenyap ditelan alam. Aku merenanung, kemudian dalam hati yang paling dalam, aku tersadar bahwa yang ada di alam ini akan sangat mudah lenyap dalam sekejap. Aku terus terbayang itu.
Kini aku harus ikhlas atas semua yang telah hilang. Aku harus kembali, kembali bersandar pada pembuat segalanya dan penghancur segalanya. Aku menilai semua yang ada dalam hidup sebanyak apapun akan sangat mudah lenyap dan akan sia-sia. Aku tidak boleh mati semangat, tapi semangatku harus bersandar panda pembuat Alam.
Sabtu (6/10/2018).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar