Jumat, 07 Februari 2014

opini agama dan Konflik



Budaya dan Agama Bukan Bibit Chaos


Indonesia adalah negeri dalam lingkaran konflik dan kerusuhan yang tak kunjung henti. Aksi kekerasan yang melibatkan seluruh elemen di kawasan Indonesia, dimulai akhir 1990-an, memasuki Orde Reformasi hingga sampai saat ini masih banyak kejadian yang selalu merenggut nyawa. Ada konflik yang melibatkan satu etnis dengan etnis lain, agma satu dengan agama lain, dan beberapa konflik yang tidak diketau sebab pastinya. Konflik antar etnis dimulai antar suku Madura dan Dayak yang meletus di Pontianak dan Palangkaraya, berikutnya di areal lain, konflik antar suku tanah Papua yang sebagai api dalam sekam, yang samapi saat ini belum bisa dituntaskan, tragedi pembantaian suku bali yang ada di profinsi lampung dan masih banyak konflik-konflik lain.
Konflik antar agama yang diawali ledakan bom, dan pembakaran rumah-rumah ibadah di bebrapa daerah seperti di Kupang, 30 November 1998 terjadi kerusuhan selama 3 hari, merambak ke So’e dan pulau Rote, yang mengakibatkan sejumlah masjid, sekolah dan asrama haji menjadi sasaran kalangan kristen. Hal yang sama di Situbondo pada 10 Oktober 1996 yang menyebabkan beberapa gedung gereja dan sekolah Kristen terbakar, kerusuhan Tasikmalaya 26 Desember 1996 yang berdampak terbakarnya sejumlah gereja, Vihara, Kelenteng dan lain-lain.
Rasa kebangsaan (Nasionalisme) kita sebagai warga bangsa Indonesia nempaknya kembali pertenyakan setelah melihat serentetan kerusuhan diatas menimpa Indonesia. Padahal pada dasarnya kerukunan dan saling menyelamatkan merupakan tujuan dan cita-cita bersama bangsa Indonesia separti yang tertera pembukaan UU dasar 19945 “ Perdamaian abadi dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam mewujudkan kenyataan itu tidak mudah, Indonesia sebagai negara paling mejemuk di dunia, baik dalam hal kondisi fisik geografis, keberagaman suku bangsa, berbagai faktor Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, serta keberagan keyakinan, secara otomatis yang sangat berpotensi terjadinya ketegangan dan konflik.
Pancasila yang mengandung nilai-nilai filosofis unifersal dengan prinsip “Bineka Tunggal Ika” nya, digali dari bumi pertiwi kita dan disepakati sebagai konsensusu menjadi dasar negara Republik Indonesia. Selain itu peran agama sangat berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat karena agama merupakan bangunan hati masyarakat. Geertz memandang agama sebagian dari sistem budaya. Hal itu melihat kegiatan agama merupakan hal luarbiasa dan khas. sebagai bagian dari sistem budaya ciri kunci agama adalah ide tentang ‘makna’atau ‘signifikansi. Mengutip dari Max Weber, Geertz yang mengatakan, “Manusia adalah seekor binatang yang digantung di jaring makna yang ia bentangkan sendiri. Jaring yang dimaksut adalah budaya, termasuk agama.  
keragaman merupakan fenomena dan kebutuhan universal manusia. Memahami agama selain dapat dilakukan melalui ajaran yang tertuang dalam kitab suci, juga dapat dipahami lewat fenomena keagamaan. Agama pra-agama historis atau agama besar dunia menyimpan unsure-unsur yang dapat dijadikan referensi bagi kehidupan kolektif yang toleran dan damai. Islam memerintah kepada kaumnya agar selalu dalam perdamaian, seperti dalam kandungan QS.Al-Baqoroh {2}:208). “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah dalam kedamaian itu secara total”. Ajaran yang sama diberikan oleh agama Kristen yang berbunyi ”Berbahagialah Orang-orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anank-anak Allah. (Khutbah di Bukit, Matius 5:9)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar