Ketika senja sayup mulai menghilang, aku melewati jalan yang diberi nama panglima perang kemerdekaan Indonesia. Aku pelan menarik gas kendaraan yang memiliki plat nomor 'luar daerah' sebutan akrabnya. Entah kenapa luar daerah, tapi yang pasti Indonesia terdiri dari berbagai daerah dengan otonomi masing-masing.
Di atas kendaraan aku tak hanya melihat hitamnya aspal. Aku membuka lebar mata dan rasa menatap gedung-gedung pencakar langit berbaris tak beraturan yang begitu indah.
Ingin rasanya berhenti ditengah jalan dan berdiri diatas barisan gedung itu, tapi tentu tidak, karena disitu jutaan orang yang sama sepertiku tengah melintas. Hal yang sangat mungkin aku lakukan untuk menikmati keindahan itu hanya dengan mengurangi dan mengurangi kecepatan kendaraan.
Barisan gedung itu terlihat jelas tanpa dihalangi pepohonan. Barisan gedung itu tak terlihat sedikit pun rapuh. Barisan gedung itu tak pernah terlihat gelap. Dari barisan gedung itu juga banyak lalu lalang orang dengan kulit putih seperti tak pernah kena matahari.
Senja hilang, aku juga telah melewati gedung-gedung tadi. Jalan besar yang kulewati mulai sesak. Disaat motorku terdiam, aku lantas melihat kedepan dengan pandangan jauh. Aku melihat dari belakang, jutaan kendaraan tengah desak-desakan. Lampu rem merah yang menyala dari jutaan kendaraan itu kulihat seperti api yang tengah membakar hutan.
Asap, aku tak melihat asap. Asap telah dilalap gelap. Aku hanya bisa merasa jeritan alam yang tersiksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar