Jumat, 07 Februari 2014

Harapan dihari spesial HMI



HARAPAN DIHARI SPESIAL
Oleh Irfan Ma’ruf

Ciputat-Pada tanggal 05/02/ 2014 umur Himpunan Mahasisiwa Islam (HMI) sudah menginjak ke-67 sejak mulai berdiri pada tahun 1947. Untuk memperingati awal berdirinya HMI, pengurus HMI Cabang Ciputat mengadakan tasyakuran dan membaca yasin yang diikuti oleh seluruh Komisariat se-Cabang Ciputat dengan harapan HMI lebih baik.

Dalam sambutan Ketua Umum HMI Cabang Ciputat mengatakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi semua kader HMI yang sampai saat ini masih bisa berkumpul dan saling menjalin silaturahmi dalam MILAD HMI yang ke-76 di Aula Insan Cita (AIC) ini dengan keadaan sehat. “Karena HMI kita bisa berkenalan, berkumpul dan berbagi ilmu. Mungkin kalau kita ga ikut aktif di HMI, kita hanya kuliah pulang kuliah Pulang,” ungkap Asep Solahuddin. Dia juga menambahkan permohonan maaf kepada seluruh kader HMI Cabang Ciputat dalam merayakan MILAD HMI ke-67  ini sangat sederhana, hal ini karena konsentrasi pengurus Cabang dari beberapa hari yang lalu terpecah. Saat mengadakan Posko bantuan banjir yang melanda Ibu Kota Jakarta.

“Sebenarnya kosepan MILAD ini sudah matang, tapi karena kita kemarin mengadakan posko banjir di Jakarta, sehingga fokus terpecah dan kita mempersiapkan ini hanya dalam waktu satu hari,” tambahnya sambil tersenyum.

Asep juga berharap kepada seluruh kader-kader khususnya jajaran pengurus kedepan agar total terhadap kinerjanya untuk HMI yang lebih baik. “Masa depan HMI ada pada kita”. Hal senada juga disampaikan Ketua Umum (Ketum) HMI Komisariat se-Cabang Ciputat yang hadir dan memberi harapan kepada seluruh kader-kader saat peniupan lilin. Ketum Komisariat Tarbiah (KOMTAR) mengungkapkan melihat umur HMI sekarang sudah menginjak usia yang ke-67 kita sebagai kader harus menjadikan sejarah sebagai cermin untuk HMI yang lebih maju “Berkaca pada sejarah untuk lebih maju”.

Tidak berbeda dengan harapan Ketum HMI komisariat Ekonomi dan Bisnis (Kafeis), dia mengugkapkan kader-kader HMI kedepan harus lebih modern, modern disini Kader harus lebih mengerti akan cita-cita HMI. “Kader yang modern adalah kader yang mengerti dan mengamalkan cita-cita HMI”.

Begitu juga Ketum Komisariat Pamulang (KOMIPAM) berharap, dengan semakin jayanya HMI semakin erat pula silaturahmi yang terjalin sesama kader “kita harus lebih menggalakan silaturahmi untuk persatuan”. Tidak mau kalah dengan yang lain Ketum HMI Fakulats Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (KOMFISIP) ikut berharap kader-kader HMI agar lebih memberi kontribusi nyata kepada masyarakat. “HMI lebih bisa memberi kontribusi nyata”. Dan harapan terakhir disampaikan oleh Ketum HMI Syariah (KOMFAKSY) dia berharap kepada seluruh kader-kader memahami dan mengerti HMI secara menyeluruh serta kepada seluruh elemen yang ada di HMI harus saling besinergi. “seluruh elemen yang ada dalam HMI harus saling bersinergi”.

Semangat Juang Bocah Pojok




POJOKAN HARGA MATI
By. Ir Ma’ruf
Saat terik matahari mulai reda, dan sayup-sayup matahari mulai menyembunyikan keganasannya, aku merupakan pojokan sebuah gedung yang menjulang tinggi di Fakultas Ussuludin, tempat para pemuda dan pemudi mencari dan berjuang demi kehidupan masadepan yang indah. Aku merupakan sebuah tempat yang sangat istimewa di mata para aktivis yang intelektual Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) biasanya Mahasiswa menyebutku (PIUS) Pojkan Inspirasi Usuludin, adapula yang menyebutku Pojokan Intelktual Ussuludin, entah Inspirasi entah intelektual yang penting nama saya POJOKAN. Setiap hari Senin dan Rabu saat matahari mulai menyembunyikan keganasannya, tepatnya pkl 17.00 WIB para Mahasiswa yang haus akan ilmu berbondong – bonding datang menemuiku untuk mencurahkan gagasan – gagasan dan mendiskusakan  kegelisahan – kegelisahan yang berada di kepala para Mahasiswa.
Saya sangat bangga menjadi tempat dan saksi mati bagi Mahasiswa yang benar – benar mencari Ilmu.  karena telah kita ketahui Mahasiswa pada zaman modern ini yang selalu dihadirkan oleh produk – produk instan siap saji, tanpa melihat dampak yang akan terjadi pada masa yang akan datang  khusus nya Mahsiswa UIN  Jakarta, yang katanya dulu sangat kental akan kajian – kajian intelektual diskusi sehingga tidak sedikat melahirkan kader – kader yang sangat berkualitas mulai dari Nur kholis Majid yang sering disapa Cak Nur yang merupakan salah satu Cendekiawan Muslim Indonesia, Azumardi Azra, Komarudin Kidayat yang saat ini menjadi Rektor dan masih banyak yang lain yang tidak bisa ku sebutkan satu persat. Hal tersebut bisa beliau capai selain didorong oleh semangat yang kuat mereka juga selalu membuat tradisi tempat duduk untuk ngopi juga beliau jadikan tempat diskusi.
 Tepi apa kenyataan yang kita lihat sekarang, semua itu sudah menjadi histori, bahkan Mahasiswa sekarang seakan-akan sudah di ninabobokan  oleh sejarah. Mungkin saat ini tokoh – tokoh yang membuat UIN menjadi besar meris melihat keadan yang terjadi saat ini, para Mahasiswa yang pudar akan tradisi kajian intelektualnya. Padahal hal yang tidak bisa dilepaskan sebagai nyawa Mahasiswa yang kritis adalah Mahasiswa yang gemar akan Membaca dan Diskusi.
Dari sini saya memberikan beberapa usulan kepada Mahsiswa baik pengurus Komisariat maupun Cabang beserta temen – temen kader yang telah lebih dulu LK 1 agar memberikan fasilitas mualai dari ngopi bareng, menyiapkan buku bacaan, teman diskusi, bahkan sampai mengerjakan tugas kuliah, kepada teman – teman yang baru melakukan Lk 1 maupun yang belum LK. Untuk menghindari kepada teman – teman yang merasa kurang nyaman dalam diskusi ataupun mambaca teman – teman yang biasa disebut Kanda memberikan petunjuk agar mengikutkan para kader untuk memesakuki Lembaga Pengembangan Propesi  yang biasa disebut LPP. Demikian gagasan saya mengenai cara perkaderan yang bagus, tapi ini bukan satusatunya metode perkaderan yang paling baik.

opini agama dan Konflik



Budaya dan Agama Bukan Bibit Chaos


Indonesia adalah negeri dalam lingkaran konflik dan kerusuhan yang tak kunjung henti. Aksi kekerasan yang melibatkan seluruh elemen di kawasan Indonesia, dimulai akhir 1990-an, memasuki Orde Reformasi hingga sampai saat ini masih banyak kejadian yang selalu merenggut nyawa. Ada konflik yang melibatkan satu etnis dengan etnis lain, agma satu dengan agama lain, dan beberapa konflik yang tidak diketau sebab pastinya. Konflik antar etnis dimulai antar suku Madura dan Dayak yang meletus di Pontianak dan Palangkaraya, berikutnya di areal lain, konflik antar suku tanah Papua yang sebagai api dalam sekam, yang samapi saat ini belum bisa dituntaskan, tragedi pembantaian suku bali yang ada di profinsi lampung dan masih banyak konflik-konflik lain.
Konflik antar agama yang diawali ledakan bom, dan pembakaran rumah-rumah ibadah di bebrapa daerah seperti di Kupang, 30 November 1998 terjadi kerusuhan selama 3 hari, merambak ke So’e dan pulau Rote, yang mengakibatkan sejumlah masjid, sekolah dan asrama haji menjadi sasaran kalangan kristen. Hal yang sama di Situbondo pada 10 Oktober 1996 yang menyebabkan beberapa gedung gereja dan sekolah Kristen terbakar, kerusuhan Tasikmalaya 26 Desember 1996 yang berdampak terbakarnya sejumlah gereja, Vihara, Kelenteng dan lain-lain.
Rasa kebangsaan (Nasionalisme) kita sebagai warga bangsa Indonesia nempaknya kembali pertenyakan setelah melihat serentetan kerusuhan diatas menimpa Indonesia. Padahal pada dasarnya kerukunan dan saling menyelamatkan merupakan tujuan dan cita-cita bersama bangsa Indonesia separti yang tertera pembukaan UU dasar 19945 “ Perdamaian abadi dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam mewujudkan kenyataan itu tidak mudah, Indonesia sebagai negara paling mejemuk di dunia, baik dalam hal kondisi fisik geografis, keberagaman suku bangsa, berbagai faktor Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, serta keberagan keyakinan, secara otomatis yang sangat berpotensi terjadinya ketegangan dan konflik.
Pancasila yang mengandung nilai-nilai filosofis unifersal dengan prinsip “Bineka Tunggal Ika” nya, digali dari bumi pertiwi kita dan disepakati sebagai konsensusu menjadi dasar negara Republik Indonesia. Selain itu peran agama sangat berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat karena agama merupakan bangunan hati masyarakat. Geertz memandang agama sebagian dari sistem budaya. Hal itu melihat kegiatan agama merupakan hal luarbiasa dan khas. sebagai bagian dari sistem budaya ciri kunci agama adalah ide tentang ‘makna’atau ‘signifikansi. Mengutip dari Max Weber, Geertz yang mengatakan, “Manusia adalah seekor binatang yang digantung di jaring makna yang ia bentangkan sendiri. Jaring yang dimaksut adalah budaya, termasuk agama.  
keragaman merupakan fenomena dan kebutuhan universal manusia. Memahami agama selain dapat dilakukan melalui ajaran yang tertuang dalam kitab suci, juga dapat dipahami lewat fenomena keagamaan. Agama pra-agama historis atau agama besar dunia menyimpan unsure-unsur yang dapat dijadikan referensi bagi kehidupan kolektif yang toleran dan damai. Islam memerintah kepada kaumnya agar selalu dalam perdamaian, seperti dalam kandungan QS.Al-Baqoroh {2}:208). “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah dalam kedamaian itu secara total”. Ajaran yang sama diberikan oleh agama Kristen yang berbunyi ”Berbahagialah Orang-orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anank-anak Allah. (Khutbah di Bukit, Matius 5:9)